Aku masih melihatmu dari kejauhan, ketika kamu masih bersama mereka; teman-temanmu. Dan aku hanya dapat menghela nafas berat. Sebegitu jauhkah aku mengharapkanmu? Sampai-sampai semua harus ku lakukan dari kejauhan.
Kamu itu seperti bayangan; dapat dilihat dan disentuh. Namun, tidak dapat ku miliki.
" Ada yang punya pacar baru nih!" seruan itu membuatku sadar, disetiap cinta selalu ada hati yang tersakiti.Tidak seperti halnya dalam cerita dongeng yang dulu selalu ibuku ceritakan sewaktu aku kecil. Tidak seperti halnya Cinderella yang pada akhirnya dapat memiliki pangeran yang ia cintai.
" PJ-nya nih." rasa sakit itu segera menyergapku.
—
" Kamu ngapain masih suka sama dia? Toh, dia udah sama yang lain." aku—hampir—selalu mengelak pernyataan itu. Pernyataan dimana aku akan selalu mengingatmu. Mengingat tiap memori yang masih dapat aku putar semampu yang aku bisa. Tapi aku segera sadar, bahwa itu tidak lebih dari sekedar memori dimana semua belum seperti sekarang. Saat sepi belum menggerogoti sampai ke ulu hatiku.
Jika aku bisa, aku ingin kembali mengulang memori itu di kehidupan nyataku.
—
Perlahan, aku mulai men-scroll mouse-ku, melihat apa saja yang ditulis teman-teman di jejaring sosial ini. Haha, ya, mereka sangat lucu.
Tapi tiba-tiba aku menyesali pilihanku untuk menghibur diri dengan cara ini. Aku menyesal, karena aku harus menemukan tulisan yang mengatakan bahwa kamu sudah dekat dengan perempuan lain setelah putus dengan pacar lamamu beberapa bulan yang lalu.
Mengapa aku harus merasakan sakit itu lagi?
Malam ini aku kembali hancur. Meratap pada setiap rasa yang menjejak, menyesak, meminta untuk keluar.
—
" Aku sempet gak nyangka lho kamu pernah suka sama dia. Aku kira kamu suka sama temennya."
" Hahaha, iya." aku selalu hanya bisa tertawa. Meski terkadang itu terasa pahit. Sepahit ketika aku menyadari bahwa setelah sepuluh bulan aku masih bertahan karenamu. Hanya karena kamu yang tidak lebih dari seonggok daging dan kumpulan darah yang entah telah membawa hatiku mengarungi beribu samudra di dalam khayal—yang terkadang menghayutkan lebih dari kehidupan nyata yang harus dijalani.
Kamu tahu? Aku masih di sini. Bertahan, hanya untuk kamu. Seorang.
Tapi, pada akhirnya juga, aku kembali harus mendengar, bahwa kamu sudah menjalin hubungan lagi dengan perempuan yang kamu taksir itu, yang memang harus aku akui memang manis. Cocok denganmu.
—
Selama aku masih kuat, aku ingin mencintai dengan sederhana. Se-sederhana ketika aku sedang melihatmu dari jauh. Se-sederhana ketika aku sedang melihat siluetmu yang tak bisa ku gapai. Se-sederhana ketika kamu sedang bersama dia yang begitu kamu sayangi keberadaannya. Hanya se-sedehana itu. (2011, Mei)
Aku sadar, cintamu takkan pernah menjadi milikku. Bayangmu tak pernah menyambut diriku. Namun, bagiku itu sudah cukup. (Senja. Maharani Ciptaningrum)
Untuk kesekian kalinya aku tersadar, kau maya. Semu. Ada tapi tak nyata. Ada tapi tak tersentuh. Aku hanya bisa melihatmu dari satu sisi yang kautunjukkan. (Aku yang Salah. Ririn Riantini)
Aku sadar, seberapa lama pun aku menunggumu, tidak akan pernah barang secuil hatimu yang akan kau berikan padaku. (Cerpen. Shofi Yasmina)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar