Pages

This is How...

Kamis, 13 Juli 2017



Bagi saya bagaimana semesta bekerja itu menarik. Dia itu unpredictable. Bisa aja seseorang udah punya target untuk begini begitu dalam hidupnya tapi gak kelaksana dengan baik karena suatu hal yang enggak di duga, bisa juga sebaliknya, targetnya malah terpenuhi lebih cepat karena suatu hal yang enggak diduga. Atau malah, seseorang gak menargetkan apa-apa tapi dapet lebih dari apa yang dia butuhkan.

Jadi saya pernah mau pergi suatu tempat baut ikut kegiatan yang itu butuh banyak biaya. Sehari sebelumnya waktu pengumpulan uang, saya nemuin kalo duit saya ilang. Saya bingung, soalnya gak mungkin saya minta ke orang saya langsung sejumlah yang saya butuhin. Mikirlah saya gimana caranya. Tiba-tiba ibu manggil saya. Beliau baru dapet rejeki dan dibagikanlah rejeki itu kepada anak-anaknya, termasuk saya. Rejeki dari ibu ternyata cukup buat memenuhi biaya saya buat berangkat. Langsung lah saya pake buat biaya berangkat kegiatan. Di situ saya ngerasa semesta ngebantu saya. 

Ada juga cerita lainnya. Waktu seorang bapak, dia baru aja transfer uang. Tiba-tiba aja kartunya ketelan. Di luar udah ada yang nunggu. Beliau pun bilang sama orang itu kalo kartunya ketelan. Orang itu pun ngasih saran, "Coba telepon nomor yang ada di aATM-nya aja, Pak." Di mesin ATM-nya emang ada stiker nomor gitu. Langsung lah beliau telepon nomornya itu. Dia bilang keluhannya dan orang yang dia telepon tanya nomor pin ATM. Karena panik dan stres, dia pun memberitau nomor pin akun banknya ke orang tersebut. Sampai di rumah, dia langsung telepon tetangganya yang kerja di bank tempat dia punya rekening itu. Ceritalah dia. Tetangganya pun bilang kalo bank gak pernah menanyakan nomor pin customer-nya dalam hal apapun. Semakin paniklah bapak itu. Tetangganya pun langsung minta dia buat ngehubungin call center dari banknya. Dia pun cerita hal yang sama. Waktu rekeningnya dicek oleh pihak bank, ternyata dia udah kehilangan 50 juta dari total tabungan yang dia punya. Padahal rencananya dia mau ngelunasin rumah yang baru dia beli dari uang di rekeningnya itu. Dia pun langsung lemes dan minta buat pihak bank segera memblokir rekeningnya.
Jadi ya gitu, kita gak akan pernah bisa ekspektasi apa-apa dari hidup, dari semesta. Menurut saya, punya target itu bagus banget, berarti kamu udah merencanakan hidupmu, punya cita-cita dan harapan itu pun juga baik karena berarti kamu punya suatu hal yang ingin kamu capai, which is berarti kamu punya tujuan. Tapi jangan pernah merasa kesel dan marah kalo ternyata hal-hal itu gak tercapai sesuai yang kamu ekspektasikan. Jangan pernah berhenti juga, apalagi kalo punya cita-cita dan harapan--karena tujuan itu dimulai dari sini. Sadari, semesta itu gak bisa diduga, dia bisa aja punya rencana lain. Tapi lewat rencana-rencana itu, semesta ngajarin seseorang untuk belajar, untuk jadi the better version of us buat dikemudian hari. 

Inget, Kita Bukan Peter Pan!

Selasa, 07 Februari 2017

Akhir-akhir ini, saya makin menyadari kalo sebenernya setiap orang itu hidup di balik ketakutan-ketakutan yang dia punya. Kenapa saya bisa berpikir demikian? Kesimpulan itu saya dapet setelah saya mem-posting sebuah foto di akun instagram saya. Di kolom caption, saya menulis seperti ini: 

Baru menyadari, bahwa semakin tua, semakin banyak ketakutan-ketakutan yang akhirnya harus dihadapi. Semakin banyak pertimbangan-pertimbangan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, yang harus dipikirkan supaya gak salah langkah. Kadang, walaupun udah dipikir dengan matang, bisa aja terjadi sesuatu yang gak diinginkan. Mungkin itu alasan kenapa Peter Pan gak mau tumbuh dewasa, hmm..

Sedikit dari teman saya berkomentar, "so trueee", " true true true", "Rt rt rt rt!!!!!", "Bahkan....setelah mikir ketakutan itu, perutku literally mules."

Saya termasuk orang yang merasakan hal tersebut. Saya pun menyadari ketakutan saya tersebut. Ketakutan yang sebenernya gak perlu ditakutin tapi bener-bener membuat saya merasa anxious. Bahkan saya sampai pernah merasa panas-dingin ketika sedang mengalaminya.


Ada satu hal yang menarik perhatian saya pagi tadi. Jadi, saya baru saja menemukan sebuah akun, namanya @proud.project di instagram. Postingan akun tersebut merupakan foto dari orang-orang yang cukup terkenal dengan caption jawaban mereka ketika ditanya suatu hal. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah postingan mengenai Oka Mahendra, CEO Takis. Caption dari




Membaca caption tersebut membuat saya sadar bahwa setiap harinya orang-orang selalu struggle to handle their own problem dan juga berusaha keras buat menutupi hal tersebut dari orang lain, bahkan dari orang yang paling dekat dengan dia. Gak dipungkiri, saya sering banget ngelakuin hal yang sama. Gak tau kenapa, tapi berusaha buat nutupin itu semua dan merasa nothing happen emang salah satu cara 'pelarian' yang otomatis saya lakukan. Walaupun kalo udah gak bisa nahan, saya tetep bakalan nangis hehehe.

Kembali berbicara tentang ketakutan, saya jadi ingat waktu saya ikut jadi partisipan praktikum tes psikologi mahasiswa S2 di fakultas saya. Ya biasa, saya diminta untuk mengerjakan tes-tes psikologi, khususnya tes inteligensi dan tes kepribadian. Waktu tes kepribadian, ada sesi wawancara. Sesi wawancara ini dipake buat gali lebih jauh lagi jawaban saya waktu ngisi tes kepribadian.

Saya lupa apa pertanyaan si Mas ke saya, tapi yang pasti itu berhubungan dengan pilihan jurusan saya waktu mau masuk kuliah yang membuat saya sempat stres. Pertanyaan si Mas pokoknya saya jawab, "Karena saya takut ngecewain...." Si Mas pun balik lagi tanya, "Kenapa harus takut?" Ketika ditanya seperti itu, saya cuma diem. Saya mikir, "Iya, ya? Kenapa harus takut?". Si Mas pun ngelanjutin lagi omongannya, " Lagian masih bisa usaha kan? Terus akhirnya berhasil kan?" Sampai sekarang, pertanyaan si Mas masih terus terngian-ngiang dalam pikiran saya.

Saya yakin, setiap harinya orang-orang selalu berusaha untuk meng-handle masalah-masalah yang terjadi dalam hidupnya. Entah itu masalah yang berhubungan dengan orang lain, maupun dirinya sendiri. Dan memang, gak semua masalah maupun ketakutan-ketakutan tersebut bisa kita selesaikan dengan mudah. Kadang kita memilih buat ngelupain, lari dari masalah tersebut, walaupun pada akhirnya kita tetep bakalan kepikiran lagi dan lagi dan lagi. Tapi, menurut saya, yang terpenting dari itu semua kita tetap sadar kalo kita punya masalah, punya ketakutan. Kita emang gak bakal bisa lari dari masalah dan ketakutan kita, tapi kita bisa belajar lewat hal-hal tersebut buat jadi lebih baik ke depannya. Inget, kita bukan Peter Pan! :)

Bapak dan Bintang

Selasa, 27 Desember 2016

Bapak dan Bintang

Saya gak tau, tapi saya ingin sekali menuliskan jurnal tentang kedua lelaki yang paling banyak berinteraksi dalam kehidupan saya. Bapak dan Bintang, adik lelaki saya satu-satunya.


Keinginan menulis tentang keduanya muncul karena saya melihat sebuah potret mereka yang saya ambil saat kami sekeluarga sedang main ke Pantai Goa Cemara. Foto yang memperlihatkan Bapak dan Bintang yang sedang duduk bersama di atas gardu yang terletak di pinggir bibir pantai. Keduanya sama-sama melihat ke arah pantai.


Saya gak tau apa yang mungkin dipikirkan oleh Bapak dan Bintang pada saat momen tersebut. Namun, saya senang ketika melihatnya lagi. Sudah lama rasanya tidak melihat keduanya bersama-sama dalam satu frame foto. Sebenarnya, itu karena kami juga jarang berfoto bersama sih hehehe. Selain itu, Bintang juga udah mulai malu jika difoto maupun diminta foto bersama. Jadi saya suka ngambil potret dia diam-diam hehehe. Tapi saya lebih suka ngambil potret orang kayak gitu sih, lebih terasa ‘asli’ dan ‘apa adanya’  hehehe.





Foto aja yang mau saya posting. Besok saya mau cerita tentang Bintang di postingan lainnya hehehe.

2016

Rabu, 21 Desember 2016


2016 merupakan tahun di mana saya belajar banyak hal, baik melalui teman-teman dekat saya, kegiatan-kegiatan yang saya ikuti, maupun orang-orang baru yang saya temui. Banyak hal-hal di tahun ini yang mengubah cara pandang saya, membuat saya sadar bahwa apa yang saya pikirkan selama ini perlu diperbaiki. Bukan diubah, tapi diperbaiki.


Sebenarnya, pelajaran-pelajaran yang saya dapatkan di tahun ini telat saya sadari. Saya baru benar-benar menyadarinya ketika saya akan memasuki semester tiga saya kuliah. Mei 2016. Saya memutuskan untuk menjadi pemandu di acara PPSMB Halo PRK 2016. Pengalaman baru yang membuat saya sadar bahwa saya hanya cukup menjadi diri saya sendiri. Sejak itu saya belajar untuk memahami diri saya apa adanya.


Pengalaman baru lainnya ketika saya memutuskan untuk mendaki Gunung Merbabu bersama-sama teman dari PALAPSI UGM, pengalaman yang akhirnya membuat saya mengambil keputusan untuk ikut di dalamnya, meskipun tidak seaktif yang lain hehehe. Keputusan yang memberikan banyak sekali pelajaran bagi saya. Saya belajar bagaimana profesionalitas dibentuk, belajar mengerti dan memahami sesama, belajar mengutarakan apa yang memang saya rasakan secara asertif, dan belajar bagaimana bersama-sama bekerja menjadi sebuah keluarga.


Tahun ini juga, saya diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan orang-orang hebat di REPSIGAMA dalam acara Diklat 2016. Saya belajar banyak dari PANTI di acara tersebut, Yuman, Asfira, Rara. Terima kasih untuk pengalaman mengasyikan pada masa pra, during, dan pasca diklat hehehe.


Tuhan juga dengan baiknya mempertemukan saya dengan kedua teman dekat saya di tahun ini. Firyal dan Elok. Dua orang yang membuat saya sadar dan belajar. Dari Firyal, saya belajar untuk menjadi dewasa dan tangguh. Dari Elok, saya belajar menerima dan menjadi diri saya. Dua orang yang selalu berusaha ada. Dua orang yang selalu menjadi tempat menghabiskan waktu meski tau ada laporan yang harus segera dikerjakan. Dari mereka saya belajar untuk yakin pada diri saya, bahwa saya harus mempercayai bahwa saya mampu, dan percaya bahwa menjadi diri sendiri adalah cara terbaik.

Saya tidak pernah merasa sebahagia ini mengakhiri sebuah tahun. Bahagia yang membuat saya sadar dan mampu memaknai sebagian perjalanan selama duabelas bulan ini. 2016 membuat saya semakin bersyukur. 2016 membuat saya bertemu dengan orang-orang hebat yang membuka pikiran-pikiran baru, membuka pikiran-pikiran yang selama ini tertahan dalam benak saya. 2016 :)

#MariMelongok: Pilihan dan Batasan?

Minggu, 11 Desember 2016



Banyak hal yang kita inginkan di dunia ini. Banyak hal yang kita senangi di dunia ini. Tapi, apakah semua bisa memenuhi?

Kemarin sore mengobrolkan hal-hal sedikit berat dengan salah satu kakak tingkat sehabis pulang dare menonton film dokumenter di FFD Jogja 2016. Obrolan menarik tentang pilihan dalam hidup yang terkadang memang dibatasi oleh batas-batas. Gender, fashion, kesenangan.: mengapa wanita tidak boleh begini dan seharusnya begitu, mengapa orang berhiijab dalam berpakaian mempunyai batasan, dan mengapa apa yang kita senangi belum tentu bisa kita jadikan pilihan utama. Pembicaraan itu berakhir pada satu kesimpulan bahwa tidak semua yang kita senangi bisa kita jadikan pilih utama. Ada batas-batas tertentu yang membuat kita tidak bisa membuatnya menjadi demikian. Ada nilai-nilai, norma-nomra, dan akibat-akibat tertentu yang membuat kita kemudian berpikir ulang untuk memilih dan melakukan hal tersebut.

Mungkin tidak semua orang akan berpikir demikian. Banyak juga orang-orang yang berani untuk mengambil risiko dari setiap hal yang dia pilih. Saya senang melihat orang-orang seperti itu. Saya tidak iri. Saya malah belajar banyak dari orang-orang yang mampu melebihi batas di masyarakat dengan tetap menunjukkan keberhasilannya.

Pada akhirnya semua orang mempunyai pilihannya masing-masing dalam hidup. Kita tidak pernah bisa menunjukkan mana yang baik dan buruk untuk dia. Hukum, batasan-batasan dalam agama, memang kita jadikan sebagai acuan. Tapi yang memilliki hak untuk memilih tetaplah kita, Meski terkadang semesta dan Tuhan berkata lain, itu urusan nanti. Mungkin kamu tetap diingatkan bahwa jalanmu memang bukan di situ. Bukan pilihanmu yang salah, tetapi memang begitu adanya.

Teringat salah satu cerita teman yang ingin mengulang ujian masuk perguruan tinggi di jurusan lain. Dia sudah membayar, sudah mendaftar. Tapi saat hari daftar ulang, ia lupa sehingga ia tidak bisa mengikuti ujian masuk tersebut. Satu kata yang saya ingat dari dia, “Ya berarti memang bukan jalannya. Ya berarti emang jalanku di Psikologi."

Cerita lain, seperti film yang kemarin saya tonton, Roshmia, bercerita tentang suami-isteri Palestina yang melawan pemerintahan Israel dengan tetap bertahan hidup di rumah reyotnya yang bertempat di bawah jalan yang sedang dibangun oleh pemerintahan Israel, di Roshmia. Banyak konflik yang timbul dari kehidupan mereka selama proses penggusuran, dari anaknya yang meminta untuk pindah, suami yang ingin tetap bertahan di sana, dan isteri yang akhirnya menginginkan untuk pindah juga. Film tersebut kemudian berakhir dengan keputusan mereka untuk pindah, pergi dari rumah tersebut. Meski sang suami tetap tidak rela. Bahkan ia menyumpahserapahi pemerintah yang membongkar rumah mereka.

Memilih apa yang kita sukai memang berhak kita lakukan. Tapi ketika kamu sudah memilih hal tersebut, jangan pernah menyesal.  Nikmati prosesnya sembari kamu melakukan hal yang memang benar-benar kamu sukai. Mungkin saja kamu bisa menemukan ide baru yang bisa menggabungkan apa yang kamu sukai dan kamu pilih.

Ketika kamu memilih untuk bertahan dengan apa yang kamu inginkan dan memutuskan untuk mengejarnya, jangan lupa untuk berisitrahat sejenak, melongok, melihat sekitar. Jangan memaksa diri untuk terus berlari. Karena itulah risikonya. Nikamti risiko tersebut sembari melihat hal lain yang bisa kamu lakukan, yang mungkin bisa membawa kamu perlahan pada keinginanmu. Toh, kamu tidak pernah tahu rencana Tuhan. J


#MariMelongok: Perbedaan

Minggu, 17 Juli 2016



Manusia itu rumit, menurut saya. Kenapa? Karena manusia itu punya cara pandang yang berbeda. Kita hidup dengan pikiran kita masing-masing, yang dibentuk juga dari pengalaman hidup kita masing-masing. Contohnya, ketika kita mikir kalau hal A itu benar, orang lain belum tentu sependapat dan lebih memilih hal B, ketika kita berperilaku demikian yang menurut kita paling baik, orang lain belum tentu demikian. Pikiran-pikiran kita tersebut yang kemudian akan membentuk pola pikir dan sikap kita dalam menghadapi suatu masalah. Analoginya bisa dengan foto di atas yang mana perilaku orang-orang tersebut menggambarkan apa yang sedang mereka pikirkan.

Memang gak semua pikiran-pikiran kita dibentuk oleh diri kita sendiri. Kadang beberapa dari pikiran tersebut juga dipengaruhi oleh pikiran orang lain yang kita kagumi dan kita anggap benar. Tapi tetap, menurut saya, pikiran-pikiran yang kita anggap benar itu pada akhirnya juga akan berkembang sejalan dengan pengalaman-pengalaman hidup kita.

Perbedaan dalam cara pandang kadang yang membuat manusia itu berkonflik. Terkadang konflik tersebut membuat kita merasa jadi yang paling benar. Kita ingin dipahami, tapi susah memahami pikiran orang lain, yang akhirnya berujung pada perpecahan. Kadang kita lupa buat melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain yang bersangkutan, bahwa mungkin kondisi dia memang sedang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, bahwa apa yang dia alami dalam masalah tersebut berbeda dengan apa yang kita alami. Akhirnya pun berujung pada kebencian dan caci maki.

Saya jadi teringat ucapan salah satu dosen saya di mata kuliah Filsafat--saya bukan mahasiswa Filsafat, tapi subjek yang saya ambil mempelajari mengenai falsafah manusia. Beliau mengatakan bahwa dalam lingkungan orang-orang Filsafat sering sekali terjadi perdebatan dalam memahami suatu peristiwa. Meski begitu, perbedaan pemahaman tersebut tidak membuat mereka saling membenci karena memang tidak ada yang benar dan yang salah dalam memahami suatu peristiwa, yang terpenting adalah bahwa kita paham dan yakin atas apa yang kita anggap benar dan mampu memberikan alasan yang masuk akal atas pikiran kita tersebut. Sayangnya, hal tersebut gak selalu bisa kita terapkan dalam hidup. Banyak dari kita, bahkan saya sendiri, masih berpikir bahwa orang lain harus selalu berpendapat sama dengan kita. Padahal ya setiap orang memiliki persepsinya masing-masing. Bahwa apa yang kita anggap objektif belum tentu objektif bagi orang lain.

Meski begitu, gak semua hal juga yang diawali dengan perbedaan selalu berujung pada kebencian. Contohnya saja acara Stand Up Comedy. Menurut saya acara tersebut merupakan salah satu jenis acara yang mampu membuat kita bisa melihat suatu hal dari sudut pandang lain untuk kemudian bisa kita tertawakan. Kadang ucapan-ucapan dari para komika--orang yang melakukan stand up comedy--membuat kita jadi lebih merefleksikan kejadian-kejadian yang mereka sentil, yang munkin pernah atau sedang terjadi di sekitar kita. Sebenarnya bahagia juga menertawakan kebodohan sendiri hahaha..

Jadi sebenernya apa yang ingin saya sampaikan? Bahwa sebenernya perbedaan dalam hidup itu merupakan hal yang lumrah. Semua orang pasti mempunyai persepsi dan sikap yang berbeda-beda dalam menanggapi suatu peristiwa. Bahwa perbedaan itu enggak perlu dipermasalahkan. Bahwa, ya , manusia itu memang hidup dengan pikiran mereka masing-masing. Kalaupun muncul perbedaan cara pandang dalam menanggapi masalah yang itu bersangkutan dengan orang lain, coba deh berdiskusi, ngobrol, srawungan, tentang hal-hal yang baiknya dilakukan bersama. Ambil jalan tengah yang paling baik, yang paling bisa dilakukan oleh kedua belah pihak. Kalaupun berujung pada kebuntuan, istirahat dulu dan pikirkan lagi ketika pikiran sedang jernih. Keputusan yang diambil ketika sedang marah itu gak baik lho, hehehe..

Tulisan ini bukan bermaksud menggurui. Saya pun menulis ini juga dalam rangka introspeksi dan mengubah diri menjadi lebih baik. Jika mungkin muncul ketidaksenangan dalam tulisan saya, saya mohon maaf. Sekian dari saya. Selamat menikmati hidup yang penuh rasa!


#MariMelongok: "Patah hati itu untuk buat kamu jadi lebih kuat."

Selasa, 12 Juli 2016




Orang yang mengalami patah hati akan berubah, begitu bunyi salah satu kalimat dalam salah satu subbab di novel Koala Kumal karya Raditya Dika. Perubahan itu bisa berupa apa saja, dari cara pandang dia terhadap pemulaian suatu hubungan selanjutnya dengan orang lain, terhadap cara dia menanggapi segala hubungan yang sedang dia jalani, bahkan keputusan-keputusan yang menuntut tanggung jawab pada perasaannya maupun orang lain. Dan hal tersebut merupakan salah satu tanda bahwa setiap orang berkembang dan berubah. Human is dinamic.


Ada cerita hari ini dari salah satu teman karib. Dia bercerita bahwa semenjak dia merasa dicampakan oleh salah satu "teman", dia tidak bisa dengan mudah membuka hatinya untuk orang lain lagi. Saya pun menimpali bahwa saya pernah merasakan hal yang sama, hanya saja dengan ksiah yang sedikit berbeda. Jujur, saya masih mengalami masalah tersebut. Menyedihkan memang.


Bisakah kita mengatakan bahwa sikap tersebut berlebihan? Ya, bisa saja. Tapi bukan berarti kita bisa mengatakan bahwa seseorang tersebut melebih-lebihkan segala hal yang dia rasakan dan alami. Saya yakin setiap orang memiliki cara untuk menyikapi segala masalah dalam hidupnya, dan bisa jadi itu cara dia untuk menghadapi masalahnya--termasuk saya. Hanya saja kita memang tidak boleh membelenggu diri kita terus-menerus dalam perasaan tersebut, bahwa kita juga harus kembali meyakinkan pada diri kita jika menutup hati terlalu lama bukanlah hal yang baik. Ada waktunya untuk kembali terbuka dengan apa pun yang terjadi dalam hidup, merasakan segala kesenangan maupun kesedihan yang terjadi dalam kejadian-kejadian yang ada. Saya juga akan berusaha.

Lalu apa hubungan antara patah hati dengan foto yang saya pakai? Saya menganalogikan patah hati seperti bunga yang mengering. Awalnya bunga tersebut cerah dan masih segar, sama seperti orang yang baru saja bertemu hal yang membuat hatinya berderu-deru. Lama-kelamaan dia mengering, sama seperti orang ketika patah hati dan sedang dalam proses mengobati perasaannya. Ketika mereka sudah merasa baikan, bisa saja mereka tetap seperti bunga yang kering, yang berarti mereka sudah baikan tetapi mengungkung diri mereka dengan rasa takut, atau kembali baru dengan menjadi bunga baru yang lebih segar.

Saya kutip salah satu kalimat dari film Koala Kumal yang baru saja tadi saya tonton,
"Patah hati itu untuk buat kamu jadi lebih kuat."
Selamat menikmati perasaan-perasaan dalam hidup!