Maaf karena
aku telah lancang mengirimimu surat. Tapi, aku hanya ingin menyampaikan suatu
hal yang selalu aku pendam selama berbulan-bulan ini.
Aku tahu,
mungkin suratku ini tidak berguna untukmu; bukan hal penting yang harus dibaca.
Tapi lewat surat ini aku hanya ingin menyampaikan satu hal yang mungkin juga
pernah kamu rasakan—bahkan setiap anak remaja rasakan. Menyukai seseorang.
Kamu tidak
harus tahu siapa aku, karena aku hanya seseorang yang memendam perasaan suka
kepadamu. Hanya itu. Dan mungkin itu tidak berguna untukmu. Untuk hidupmu.
Untuk duniamu. Tapi itu berguna untukku, karena hanya dengan surat ini aku bisa
menyatakan setiap rasa yang aku rasakan selama sepuluha bulan ini kepadamu.
Aku tidak
tahu bagaimana menceritakan awal kisah ini kepadamu—ujung pun aku juga tidak
bisa, karena aku terlalu terombang-ambing oleh perasaanku. Hanya rasa sakit
yang aku rasakan selama sepuluh bulan itu. Tidak ada rasa senang, gembira, dan
tawa. Bahkan, untuk merasakan itu semua, rasanya hatiku tidak mampu. Entah, aku
juga tidak tahu. Itu terlalu rumit untuk kujabarkan.
Terakhir,
tidak ada lagi yang ingin aku ceritakan. Karena jika semua rasaku keceritakan
mungkin kamu akan bosan untuk membaca. Akhir kata, terima kasih karena telah
mau membaca suratku yang tidak jelas asal-usulnya. Terima kasih atas semua
perasaan ini, perasaan yang tidak dapat aku jelaskan bagaimana rasanya, semanis
atau pun seperih apapun rasanya. Terima kasih telah mengisi tiap hariku, meski
sampai hari ini bayangmu tidak dapat kugapai juga. Namun terima kasih juga,
karena kamu telah memperbolehkanku meraih bayangmu walau itu tidak pernah lebih
dari sebatas pertemanan. Terima kasih.
Dari: Seseorang
itu.
(Ditemani malam dingin dengan sejuta
sesak yang tertahan.)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar