I've never known before that the thing which is a simple one, always has its own special side. Sometimes, we would never realize it if we haven't through it before yet. We already realized when it was gone. And we want to throwback, to that time, when the every single time-laugh-tears-togetherness is just being a memory. Yes, itself.
throwback
Minggu, 24 Agustus 2014
Jumat, 15 Agustus 2014
Aktivitas pelan-pelan seperti membelenggu manusia dalam dunianya.
Itu sepenggal kutipan yang tiba-tiba menclok di otak saya. Bukan, itu bukan tentang kritikan keras saya terhadap orang-orang yang penuh kegiatan karena saya sebenarnya merupakan salah satu dari sekian orang yang dibelenggu oleh aktivitas.
Berbicara tentang dibelenggu-aktivitas, saya punya cerita pagi ini, saat saya akan berangkat ke sekolah. Pagi hari ini, saya diantar sekolah oleh Amo--orang yang sudah bekerja di rumah kami selama hampir 14 tahun, dan sudah saya anggap sebagai keluarga. Bapak sedang tidak di rumah, ada pekerjaan di luar kota. Anak laki-laki Amo, Ipin, yang baru duduk di bangku sekolah dasar (SD), akan berangkat ke sekolah juga dengan mengendarai sepeda. Kebetulan sekolahnya dekat dengan rumah saya. Sebelum saya berangkat sekolah, saya senang menggoda Ipin. Saat saya akan menaiki motor, saya melihat di dahi sebelah kananya terdapat luka. Lalu saya bertanya, "Kamu luka to, Pin?"
Amo pun menjawab, "Kemarin nyelungsep di semak-semak."
Lalu kami pun berangkat sekolah.
Di jalan, saya bertanya lagi pada Amo kenapa bisa sampai nelungsep di semak-semak. Amo pun menjawab kalau kemarin saat akan pulang, mereka ingin menghindari kakek-kakek tua yang membawa rumput gajah untuk pakan sapi. Tapi setiap kali mereka belok ke kiri atau ke kanan, kakek tua itu selalu bergeser ke arah yang sama pula. Akibatnya, ban motor mereka tersaduk batu, dan jatuh di semak-semak dekat sawah. Kata Amo kejadian itu sudah terjadi seminggu yang lalu. Saya jadi mikir, apa yang saya lakukan selama seminggu ya sampai saya baru tahu kejadian itu hari ini, lalu saya ingat-ingat lagi kegiatan saya selama seminggu kemarin. Seminggu kemairn memang saya selalu pulang sore sih. Paling cepat saya pulang pukul 4 sore. Sampai rumah biasanya sudah pukul 5 atau setengah 6 kurang, dan pukul segitu Amo sudah pulang. Lalu saya berpikir, "Sebegitu sibuknya kah saya, sampai-sampai saya jadi kudet dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di rumah?"
Sejak duduk di bangku SMA, saya memang cukup mengikuti banyak kegiatan, dan kegiatan-kegiatan itu memang sedikit menyita waktu istirahat maupun bermain saya dengan keluarga. Tapi di satu sisi memang ada kesenangan sendiri ketika saya sudah mulai mengurusi atau mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut, dan belum pernah terpikirkan di benak saya mengenai ke-apatisan-saya di rumah sampai hari ini.
Entah kenapa hal itu sedikit mengusik saya. Saya tahu itu hal sepele dan mungkin belum tentu berguna jika dipikirkan. Tapi entah kenapa, menurut saya, hal itu harus sedikit dipikirkan. Karena jika tidak, kita bisa saja tidak mengenali keluarga kita lagi, tidak peka dengan lingkungan keluarga dan rumah kita, serta egois secara-tidak-sadar dengan lingkunagan kita. Padahal tujuan kita mengikuti kegiatan di sekolah mungkin untuk meningkatkan jiwa sosial kita. Tapi jatuhnya jiwa sosial kita di lingkungan keluarga jadi berkurang. Sedikit salah memang, tapi hal itu memang terasa sedikit dilematis; kamu punya tanggung jawab atas apa yang sudah kamu ikuti, tapi juga punya tanggung jawab di rumah sebagai anak. Pada akhiirnya, kita memang harus tetap mengatur porsi waktu untuk kegiatan yang kita ikuti dan porsi waktu untuk keluarga. Dan itu semua butuh belajar, tidak didapat secara instan. Yang harus kita lakukan adalah menikmati proses belajar itu.
H+4
Gak kepikiran bakal dapet kejutan kayak gini walaupun udah H+4, dan gak kumpul semua. Makasih banyak anak-anak PD. Sayang kalian :")
Cerita yang Tertunda
Halo!
Besok sudah lebaran. Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir batin :)
Hari terakhir bulan ramadhan di tahun ini. Semoga tahun depan bisa ketemu lagi, aamiin.
Jadi, aku mau cerita tentang sesuatu, lebih tepatnya seseorang. Ini tentang host-fam-ku waktu aku lagi sister school di Aussie. Udah hampir genap satu tahun haha :"D
Rumah mereka emang gak terlalu besar, tapi juga enggak terlalu kecil. Ukurannya samalah sama kayak rumahku di sini. Tapi yang membuat aku senang tinggal di sana adalah kehangatan keluarga tersebut. Host-fam-ku ini, alhamdulillah, orang Indonesia; ibunya indonesia; ayahnya Australia. Dan ayahnya bisa bahasa Indonesia sedikit-sedikit. Mereka welcome banget sama aku. Tapi emang dasarnya aku pendiem dan pemalu kalo sama orang baru, jadinya gak terlalu banyak omong hehehe.
Ibunya host-ku ini seneng banget kalo ada orang Indonesia dateng ke rumahnya. Jadi, hari kedua aku tinggal di sana ada orang Indonesia berkunjung ke rumahnya. Mereka adalah buruh-buruh kapal pabrik tepung Segitiga Biru. Tapi mentang-mentang mereka buruh, jangan dibayangin tampilan mereka kayak buruh-buruh di film-film gitu. Tampilan mereka ya biasa aja. Malah bisa dibilang keren gitu pake gitu sweater (bayangin kakeknya Charlie yang ada di film Charlie and The Chocolate Factory).
Ibunya host-ku ini keliatan seneng banget, udah kayak ketemu sanak saudara sendiri gitu. Tapi aku tau kok rasanya tinggal di perantauan yang kultur budayanya jelas beda banget sama kita, dan ketika ketemu sama orang yang asalnya sama kayak kita dengan kultur budaya yang sama itu rasanya ngelebihin rasa seneng sama sesuatu.
Beliau ngobrol dengan asyiknya dan nada bicaranya bener-bener ngeliatin kalo beliau seneng. Aku juga seneng sih, karena bisa ketemu sama Indonesian people. Rumah juga jadi rame gitu. Waktu mereka udah pulang, ibunya host-ku cerita tentang mereka dan beliau bilang sesuatu yang itu bener-bener masih aku inget sampai sekarang, "Zaman sekarang kan jarang banget orang 'punya' mau bantu dan nyampur sama orang 'kecil' kayak mereka." Dan saat itu aku berpikir, beruntung banget aku dapet host-fam kayak mereka.
Ayahnya host-ku juga baik. Dia gak marah gitu waktu ada kejadian lolog yang aku perbuat gara-gara kecerobohanku. Dia cuma bilang ke aku kalo mau pake keran bukanya gak usah lebar-lebar, dan aku ingat, aku cuma cengengesan waktu itu hehe.
Aku setuju sih kalo kita sebagai orang Indonesia seharusnya mengikuti kultur orang barat, the positive one certainly. Misal ya kayak sifat pekerja keras mereka. Kalo ditelah lebih jauh sih sifat pekerja keras mereka tumbuh ya karena keadaan. Biaya hidup mereka di sana tinggi banget. Bahkan pekerja bangunan kebanyakan, malah kayaknya semuanya, itu kerja sendiri. They don't have partners who help them to build house together. Ayahnya host-ku pernah cerita waktu itu, tukang ledeng di sana satu jamnya dapet bayaran $60 Aus. Kalo dijadiin rupiah ya kira-kira 600ribu lebih lah. Bayangin aja kalo kamu kerja di sana dan pulang ke Indonesia tiap bulan, mungkin kamu udah bisa menenuhi kebutuhanmu di Indonesia lebih dari cukup.
Mereka juga orang-orang yang corious. Rasa pingin tau mereka mengenai suatu hal itu tinggi. Kayak semisal ketika kita ngomong bahasa Indonesia dan mereka belum tau artinya dan maksudnya apa. They ask it, remember it and try to use that word everytime they talk in bahasa. Sempat ada rasa haru ketika bahasa ibu kita dipelajari sama orang asing :')
Mereka juga mandiri banget. Ayahnya host-ku cerita dia udah keluar dari rumah sejak dia umur 15 tahun itu dan itu lazim di sana. Bahkan anak-anak remaja umur 15 tahun ke atas pasti udah kerja part-time, dan menurutku itu 'wow' banget.
Dan sejujurnya masih banyak yang aku mau ceritain dan aku kagumin dari mereka. Tapi kayaknya sekian dulu deh. Jadi, selamat hari raya Idul Fitri 1435 H!
Senin, 11 Agustus 2014
Perbedaan sebenernya apa to?
| perbedaan | per.be.da.an [n] (1) beda; selisih: perpecahan terjadi krn -- paham; (2) perihal yg berbeda; perihal yg membuat berbeda: -- perlakuan thd tamu menyalahi aturan rumah penginapan itu |
Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/perbedaan#ixzz3A86Y6kRP
Jadi saya mau membicarakan mengenai perbedaan. Nah, di kbbi dituliskan bahwa salah satu arti dari perbedaan itu perihal yang berbeda. Menurut saya, perihal yang berbeda ini bisa mengakibatkan 2 hal: perpecahan sama motivasi. Semua orang pasti udah tau kalo perbedaan itu bisa membuat perpecahan dan itu udah umum banget. Tapi kalo motivasi, mungkin gak semua orang pernah mikir sampai situ. Mungkin lho ya, mungkin.
Kenapa saya bisa mikir kalo perbedaan itu bisa dibuat motivasi? Karena saya pikir perbedaan itu bisa memotivasi kita buat jadi lebih baik. Jadi saya punya cerita dimana saya ikut ekstrakulikuler (ekskul) di sekolah. Dari ekskul itu kita semacam jadi punya relasi gitu sama siswa sekolah lain yang ikut ekskul yang sama di sekolahnya, karena guru kita yang sama. Murid di sekolah saya sama sekolah itu jelas banget perbedaan. Gak cuma dari muridnya sih, kualitas sekolahnya juga beda. I mean, kualitas sekolah mereka emang lebih unggul dibanding sekolah saya. Nah dari sini perbedaan itu udah keliatan.
Kadang, beberapa kali, saya sama temen saya yang di ekskul itu emang lebih tua dibanding anggota lainnya ngomong, "Itu lho anak-anaknya pada rajin, pada apa blablabla.." Terus anggota yang lain itu jawab, "Ya gak usah dibanding-bandingin gitu, mbak."
OK, untuk mengklarifikasi, maksud kami dalam pembicaraan itu kami gak maksud banding-bandingin. Tapi jujur, itu emang terkesan banding-bandingin sih hehehe. Padahal sebenernya maksud kami di situ buat memotivasi mereka. Karena kami tahu, murid sekolah kami gak bisa dibandingin sama murid sekolah mereka yang anak-anaknya emang udah kayak 'wow'. Pelatih kami pun juga ngomong hal yang sama, "Ngapain dibanding-bandingin, kenyataannya aja udah beda."
Jadi menurut saya, perbedaan itu memang perlu ada. Tanpa perbedaan hidup tidak akan terasa manis-guruh-asam-nya. Tinggal bagaimana kita menyikapi perbedaan itu sendiri.
Langganan:
Komentar
(
Atom
)







