Pages

Sore Itu ( Cerpen )

Selasa, 28 Juni 2011

            Matahari mulai melukiskan semburat keemasannya di ambang cakrawala, membuat langit bagaikan lukisan abstrak tak bermakna. Anakan angin juga mulai berkeliaran, menggoyang-goyangkan dedaunan dari ujung-ujung ranting yang mulai bergemerisik tak tenang. Dari bawah sebuah pohon, seorang gadis yang baru saja menginjak umur tujuh belas tahun terduduk. Sepasang mata jelaganya berbinar senang, menatap kumpulan awan sirus yang berenang–renang lembut.

            Kartika, nama gadis itu. Nama indah pemberian ibunya. Ibunya yang kini entah berada dimana. Ia belum pernah sekalipun melihat bagaimana wajah ibunya. Tapi, sepertinya beliau cantik, sama seperti dirinya. Itu yang pernah ia dengar dari ibu asuh yang mengasuhnya di panti ini sejak kecil. Sejak ia di letakkan tepat di depan pintu gerbang panti ini. Panti bergedung khas daerah Jawa Tengah yang terbuat dari kayu jati.

            Kartika, tidak ada yang istimewa dari dirinya. Seorang gadis yang dilahirkan melalu rahim seorang wanita, hidup layaknya manusia pada umumnya. Hanya saja, tidak semua orang tua menginginkan anak gadis seperti dirinya, terlahir normal namun mengidap penyakit mental yang biasa orang sebut dengan autis. Tidak, dirinya tidak pernah menginginkan terlahir seperti sekarang. Terlahir dengan mental yang kurang, yang terkadang membuat orang jijik melihatnya. Apa? Apa dosaku? Ingin dirinya melontarkan pertanyaan seperti itu, namun selalu tertahan di ujung bibirnya, tertahan dengan tatapan jijik dan ungkapan senonoh dari setiap orang yang ia temui. Dari setiap anak seumurannya yang melihatnya—yang terlahir dengan fisik dan mental yang sempurna, menurutnya.

           Ia selalu terkamuflase oleh pepohonan-pepohonan rindang yang dengan kokohnya berdiri anggun di setiap sisi taman panti ini. Bersembunyi dari teman-teman yang keadaannya tidak jauh berbeda dari dirinya. Bersembunyi dengan sebuah buku mungil dan pensil yang ujungnya tumpul, yang diberikan ibu asuhnya di panti ini setengah tahun yang lalu.

Setahun sebelum ibu asuhnya memberikan buku mungil dan pensil yang ujungnya tumpul itu kepadanya, ibu asuh yang begitu ia sayangi itu menemukan kumpulan kertas di kamar gadis yang sudah ia anggap sebagai anak kandungnya itu. Kumpulan kertas yang berisi tulisan-tulisan tangan yang kurang jelas, namun beliau tahu apa yang menjadi titik utama dalam tulisan tersebut; puisi. Dan semenjak saat pula beliau juga tahu, siapa yang menjadi objek bagi gadis yang senang sekali menikmati siraman angin di sore hari itu.

Kepada: Dia, yang aku temui sore ini.

Kira-kira, seperti itu kalimat yang ia tulis pada awal baris puisinya sore ini. Awal baris yang ia siapkan untuk dia, seorang lelaki hitam manis yang ia kenal dua setengah tahun yang lalu. Yang ia temui saat ia sedang menulis di balik pohon ini. Yang ia ketahui sebagai seorang yang ingin menjadi temannya, tanpa rasa jijik maupun iba. Yang ia lihat begitu senang berada di sampingnya, meski seringkali dirinya membuat susah.

Angin senja berhembus perlahan, membawa rambutnya yang terurai terhembus tak teratur, mengikuti alurnya. Secara tidak langsung, hembusan angin tadi membuat dirinya mengingat kembali kejadian sore tadi, dimana hal yang membuat jantungnya secara tidak sengaja bergetar lebih dari yang biasa ia rasakan. Membuatnya seakan menjadi ringan, seringan kertas-kertas pada buku mungil yang kini mulai berdesir satu sama lain akibat helaan angin.

Sore tadi, masih diingatnya, ketika sang angin menghembuskan nafasnya keras, membuat rambutnya yang tersisir rapi terpaksa berkibar, membuat pandangannya terpaksa tertutupi. Perlahan, seseorang yang begitu ia kenal kedatangannnya duduk terjongkok di hadapannya. Mengambil sejumput rambutnya, lalu meletakkannya di belakang telinganya. Sempat tercium olehnya maskulin alami lelaki hitam manis itu, memenuhi rongga dadanya, membuat jantungnya tanpa sadar berdesir tidak teratur, sama seperti kemarin, pukul 4 sore di tempat ini.

...
Rengkuhan kasih tanpa jeda.

Derapku tidak akan berakhir di sini.
Mengalir bersama ribuan angin tak kasat mata.
Oleh senja kala, yang timbul sore ini.
Merendam asa yang sejalan bersamamu.

            Membuat dirinya bertanya, apa maksud dari hal itu? Sore itu, sore berawan yang melahirkan suatu hal yang tidak bisa ia ketahui apa maknanya.

-

            Puluhan Burung Gereja memenuhi lahan taman panti tersebut, membuatnya seakan menjadi lautan burung tanpa celah. Banyak diantara mereka yang mematuk-matuk pada konblok yang—beberapa bagiannya tertutupi dedaunan kering—baru saja ditebari beras oleh tukang kebun di panti tersebut. Tidak banyak juga kumpulan dari mereka yang mulai berdatangan, berebutan untuk mengambil bulir-bulir beras yang semakin banyak ditebari oleh tukang kebun panti tersebut.

            Itu memang menjadi rutinitas. Sama seperti lelaki hitam manis yang selalu datang setiap sore itu.

            Kartika menatap berbinar pada kumpulan burung itu. Menganggurkan buku mungil dan pensil yang ujungnya tumpul itu, yang sedari tadi terpekur di pangkuannya. Tidak juga mengindahkan suara-suara ribut yang berasal dari teman-teman pantinya. Ia terlalu tenang dengan dunianya. Terlalu tenang, sampai ia sadar jika ini berbeda. Tidak seperti kemarin, ketika langit berawan berlalu.

            Dimana?—hati kecilnya berucap. Dimana?—berulang, sampai ia benar-benar sadar, bahwa lelaki hitam manis itu memang tidak di sini. Menemaninya. Memamerkan suara khas dari sebuah benda berwarna hitam yang selalu digantungkan di lehernya. Memperlihatkan senyum yang selalu sama ketika ia telah selesai memamerkan suara khas itu.

            Dimana?—hati kecilnya kembali meronta, meminta jawaban dari apa yang telah terjadi. Tolong jawab!—batinnya mulai tersiksa. Bulir-bulir itu mulai mengeluarkan dirinya, mengalir deras lewat raungan amarah yang terjadi. Bersamaan, puluhan Burung Gereja segera meninggalkan kumpulan bulir beras yang masih tersisa. Seperti tidak ingin mencampuri urusan gadis itu.

Tukang kebun yang sedari tadi masih menebarkan bulir-bulir beras segera meletakkan wadah besar berisi kumpulan beras tersebut. Berjalan terburu, mendekatinya. Memegangi salah satu pundaknya, lalu berteriak memanggil siapa pun yang mendengarnya. Meminta bantuan untuk menenangkan gadis yang sedari tadi menunggunya menebarkan beras.

Beberapa ibu asuh yang bekerja di panti tersebut segera berdatangan, mencoba menanyakan pada Kartika, apa yang terjadi dengan dirinya. Namun ia tetap berteriak, memberontak. Melempar buku mungil dan pensil yang ujungnya tumpul itu. Melempar puluhan daun kering yang tergeletak di sekitarnya.

Sore itu, batinnya tertekan. Meminta pada lelaki hitam manis itu untuk datang. Hanya itu.

Dan sore itu pula semua diakhiri dengan tangis dan raungan yang tak kunjung reda.

-

            Akhir bulan September tiba, pertanda bahwa sebentar lagi musim penghujan akan datang. Membawa angin dari utara. Sore ini rintik-rintiknya sudah mulai bertebaran, membayangi kaca jendela menjadi buram. Daun-daun kering yang berjatuhan juga sudah menyanyikan lagunya akibat angin utara, membiaskan udara dingin dengan gemerisik dedaunan yang semakin menjadi. Membunyikan sebuah gantungan bambu yang tergantung pada salah satu jendela di panti tersebut.

            Sepasang mata jelaga menatap pemandangan tersebut kosong lewat balik kaca. Jari-jarinya yang kurus bergerak mengikuti aliran air yang luruh—yang terpeta pada kaca jendela tersebut. Helaan angin yang dingin merasuk perlahan melalui ventilasi kecil di kamarnya yang terletak di atas jendela. Menusuk kulitnya lembut. Membuat bulu kuduknya meremang, akibatnya.

            Lewat gerakan halus, didengarnya ketukan di pintu kamarnya, namun tidak dihiraukannya. Tidak berapa lama, pintu tersebut terbuka, memperlihatkan seorang wanita paruh baya dengan rambut digulung kecil. Sebuah jepitan bunga menghiasi gulungan rambut tersebut.

            Dengan senyum ramah, wanita tersebut menatap pemilik sepasang mata jelaga itu. Mendekatinya pelan, lalu berdiri beberapa kaki di belakangnya.

            “ Kamu masih menunggu dia?” tanya wanita tersebut lembut.

            Yang ditanya masih asyik dengan ribuan aliran air yang terpeta di kaca.

            “ Tidak harus menanti seperti itu, karena belum tentu ia kembali seperti yang kamu inginkan.”

            Pemilik sepasang mata jelaga itu terhenti, tetapi masih menatap kosong pada ribuan bulir air di luar sana.

            “ Walau ibu tahu, kamu masih tetap boleh menyayanginya. Lebih dari apa yang kamu tahu tentang rasa sayang itu kepada dia.” Wanita yang menyatakan dirinya dengan ‘Ibu’ itu tersenyum lagi. “ Yang penting, kamu sudah tidak sedih. Itu sudah membuat ibu senang.”

            Diakhiri dengan seulas senyum, wanita itu kembali lagi, menjauh dari pemilik sepasang mata jelaga itu. Kembali berada di balik pintu pemilik kamar tersebut dengan senyum lembutnya. Dengan segala rasa pengertiannya pada gadis yang masih setia menunggu lelaki hitam manis itu. Meski sampai kini, gadis pemilik sepasang mata jelaga itu tetap tidak mengeti, makna apa yang tersirat dari rasa yang dua bulan lalu mendatanginya. Bagai pukulan antar bambu yang tergantung di dekat jendela kamarnya.

-

Kepada: Dia, yang aku temui sore ini.

Goresan alam lewat diam.
Yang aku lihat sore itu.
Bergelumit, lewat mayorisasi nada alam.
Menimbulkan rinai gemerisik Burung Gereja yang memanggil.

Derap kaki ragu yang aku dengar.
Lewat seruan tanah yang menjalar pada telinga.
Sepi menggumam.
Rengkuhan kasih tanpa jeda.

Derapku tidak akan berakhir di sini.
Mengalir bersama ribuan angin tak kasat mata.
Oleh senja kala, yang timbul sore ini.
Merendam asa yang sejalan bersamamu.

-

Selasa, 28 Juni 2011. 22.25 WIB.

Good Bye 8E. Hello 9A!

Sabtu, 25 Juni 2011

Hari yang ditunggu tiba, pengambilan rapot. Dan aku dinyatakan berhak naik ke kelas 9. Seneng? Pasti, karena bakal ketemu temen-temen lama. Sedih? Agak, karena mau pisah sama anak-anak 8E.

Nilai UKK (Ujian Kenaikan Kelas) lumayan naik dari yang semester 1. Tapi nilainya yang turun--kalau enggak salah--3 mata pelajaran. Agak kecewa sih, tapi mau gimana lagi, akunya juga yang kurang berusaha sama serius. Nah, di kelas 9 besok aku bener-bener harus ningkatin nilai. Gimana enggak? Waktu belajarnya cuma setengah tahun. Ditambah lagi, nilai UN dirata-rata sama nilai rapot, hem..

Dengan berakhirnya aku belajar di 8E, aku mau ngucapin banyak terima kasih sama temen-temen 8E sekalian. Makasih udah mau jadi temen yang baik, ramah, gokil buat aku. Makasih buat segala pelajaran yang udah kalian kasih ke aku. Makasih juga buat wali kelas 8E, Pak Sofwan. Makasih, pak, selama ini udah mau ngajarin saya, walau kadang saya juga bandel, pak, enggak ngerjain PR yang diberikan bapak. Makasih buat teguran yang waktu itu ya, pak. Karena berkat terguran itu, nilai saya hampir keseluruhan naik, walau di mata pelajaran yang bapak ajar tidak naik, pak, hehehe.

Akhir kata, aku ngucapin banyak-banyak terima kasih buat 8E. Sukses terus ya DEMON!
Dan 9A, kita bakal ketemu lagi, jadi satu. Semoga bisa lebih kompak dari 2 tahun yang lalu :).

Good Bye 8E. Hello 9A!

Dia

Kamis, 23 Juni 2011

Tiga hari yang lalu, sekitar pukul 19.30, aku iseng baca-baca lagi bukunya Dewi Lestari yang Rectoverso, sambil dengerin Untitled-nya Maliq & D'essential. Eh, tiba-tiba aja keinget dia. Dia yang sepuluh bulan lalu ngisi kotak ajaib dalam hatiku, ngisi tiap angan-angan yang kadang bisa sampai melambung ketinggian, ngisi tiap rasa sakit hati yang mulai tergores sejak bulan Oktober. Dan secara langsung juga, lagu itu ngasih aku inspirasi untuk buat cerita fiksi, tentang dia, tentang perasaanku, sepuluh bulan yang lalu.


Sebenarnya, ceritanya enggak waktu sepuluh bulan yang lalu juga. Tapi waktu kemarin Jumat, waktu ada classmeeting di sekolah. Kelasku ngelawan kelas 8C (kalau gak salah). Sambil nungguin temenku ngocok kartu, aku sempet lihat pertandingan volynya, dan di sana ada dia. Pake kaos warna putih, celana tiga per-empat warna merah, dan sepatu yang dari awal classmeeting dia pakai.


Aku gak tau pastinya perasaanku ke dia kayak gimana, tapi yang pasti, menurutku, aku udah gak punya perasaan apa-apa lagi sama dia. Cuma temen. Tapi anehnya, kalau inget dia atau lihat dia, kadang rasa sakit yang mulai mengendap itu mulai datang lagi, melayang-layang, ngingetin aku lagi sama kenangan waktu aku sama dia deket, sebagai temen pastinya. Dan, waktu aku tau dia udah punya pacar baru.


Dua hari di minggu ini adalah 2 hari terakhir aku sekelas sama dia. Kelas 9 besok kita udah gak sekelas, walaupun kelasku sama kelasnya dia tetep bakal sebelahan. Dan, kayaknya ini kenangan di kelas 8 yangagaknya—sedikit nyiksa batin aku. Tapi aku juga mau makasih banget sama dia, karena udah mau ngajarain aku lebih tentang cinta, walau sebenarnya diantara kita juga gak ada hubungan apa-apa selain temen. Tapi aku bener-bener ngucapin terima kasih, berkat kamu aku tau bagaimana kita enggak boleh terlalu berharap sama yang namanya cinta, karena saat cinta itu patah semuanya seakan runtuh, merapuhkan diri kita.


Makasih ya udah mau ngisi relung hatiku sepuluh bulan yang lalu, ngajarin aku, dan makasih kamu udah mau ngasih aku pengalaman cinta yangagaknya—sedikit nyiksa batinku. Makasih banget.


Aku gak akan ngelupain kamu, aku cuma akan ngikhlasin dan ngikis perasaanku ini perlahan. Cukup itu. Kenal kamu setengah tahun yang lalu juga udah buat aku seneng kok.


Sekali lagi makasih ya :)

Qoute

Sabtu, 18 Juni 2011

" Harapan itu perlu, tapi jangan membuatnya melambung lebih dari apa yang kamu dapat rasakan. Terlebih jika itu berurusan dalam masalah percintaan."
- I am -

" Orang yang jatuh cinta diam-diam pada  akhirnya menerima."
- Raditya Dika -

" Ia kembali menjadi sebentuk punggung yang sanggup kuhayati, yang kuisyaratkan melalui udara, langit, sinar bulan, atau gelembung bir."
- Dewi Lestari -

" Tidak selamanya ia ada di sampingmu, karena ada kalanya ia harus pergi, mengikuti alurnya dalam balutan kisahnya yang tak berujung, yang mengalir tanpa batas. Seperti sungai yang sering kamu lihat di ujung gang rumahmu."
- I am -
For the last time, I want to say if I love you.
  • Love you when you make me feel love.
  • Love you when you give me a pain.
  • Love you when you make me feel about friendship.
  • Love you when you make me to be patient with my accident.
  • And, love you when you make me feel abou together in other event in the class, in the school.
Thank's for everything. Sorry, I can't saying any word for you, because you make me speechless, friends.
Love you, my beloved class 8E

P.S: I'm sorry if my grammar bad enough in this post-ing

Jumat, 17 Juni 2011

If you knew, 10 months ago:
  • You made me cry, because you have a new girlfriend.
  • You hurted my heart, gave me a pain.
  • Fell me to the deep hole.
Now, I know, I just your secret admirer. Just..
But, I'll stop to be your secret admirer..

Regards
-I-
  
P.S : Please, ignore this post. Because, really, I don't know what I write in this post-ing. Thank you :)
Video Clip " Oah "

" OAH "

by Alexander Rybak

Singing Oah
I love you Moa
You're way too young for me
But I don't mind

Never mind what your girlfriends say
Deep inside I’m quite okay
I may have fooled around once or twice
But I really need you

It’s not like I’m the only guy
O.. I know how you make them cry
So let’s start by being friends
And let this friendship never end

I knew you years ago
When I was, I don't know
But let you say it's love

Singing Oah, I love you, Moa
You're way too young for me
But I don't mind

Don't say maybe, just be my lady
No need to hesitate
'Cause you'll be fine, yeah

So tell me what I want to hear
No wait, let's just leave it there
You know, I'm not good for you
God, I don't know waht to do

I like you from the start
You melt my icy heart
And now it's burning out.

Singing Oah, I love you, Moa
You're way too young for me
But I don't mind

Don't say maybe, just be my lady
No need to hesitate
'Cause you'll be fine

Don't go away, all what's left of me
I once believed you was in my soul
But if you saw me now crying secretly
Would you hold my hand and never let it go?

I'm singing Oah, 'cause I love you, Moa
You're way too young for me
But I don't mind

Don't say maybe, just be my lady
No need to hesitate
'Cause you'll be fine

I'm singing Oah, 'cause I love you, Moa
You're way too young for me
But I don't mind


Don't say maybe, just be my lady
No need to hesitate
'Cause you'll be fine

Tentang (Puisi)

Dentum-dentum menjalar, meratapi tiap hening yang terpekur.
Derasnya sepi tersayat, mencoba dalam langit yang merintih.
Sakit itu masih ada, bertahan dalam tiap detik yang mengalir.
Lamban...
Perih...
Terbagi...
Dalam setiap bagian tak terhitung
tentang dia, tentang mereka.
tentang aku, kamu, dan, dia
tentang cinta yang terbagi dalam semu.

(Dalam hening, dan obrolan orang dewasa.
June, 17th 2011. 18.25 WIB, Indonesia.)

My Photoworks 2 ❦

Kamis, 16 Juni 2011

Ini foto-foto ada yang baru dan yang lama. Sama kayak kemarin kok, masih amatiran, cuma nekat aja buat nge-posting, hehe.






























Gimana? Hahaha, masih amatiran, kan? Tapi makasih buat yang mau ngelihat + nge-komen.
Komen lewat facebook-ku juga bisa kok, tinggal klik: http://facebook.com/annisanurh atau kalau enggak twitter-ku: http://twitter.com/nisanurh.
Makasih sebelumnya :)

My Beloved Class, 8E, DEMON ♥

Rabu, 15 Juni 2011

8E, DEMON, ada semenjak bulan Juli tahun 2011 ini. Kelas biasa yang membuatku menemukan apa itu arti kebersamaan dan keberadaan di dalam kelas. Kelas yang mengubah pandanganku tentang mereka, teman-teman yang selama ini ku-kira-sedikit-sombong, sedikit-nakal, atau bahasa jawanya nih, gentho. Tapi ternyata gak semua hal-hal itu benar.

Ada satu diantara 33 anak yang aku kira dulunya ganjen + sinisan, tapi ternyata anaknya baik banget; ramah, mau bantu kalo ada orang yang butuh bantuan, pemberi semangat, d.l.l. Banyak juga anak yang aku kira dulunya kalo main maunya sama itu-itu aja, tapi ternyata enggak juga. Bahkan, aku ketemu temen-temen yang gokil di kelas ini.

Tapi emang, perjalananku di kelas 8E ini juga gak gampang, ada juga kerikilnya.

Waktu pertengahan semester 1. Gara-gara aku suka bercanda sama cowok di belakang mejaku, aku sama cowok itu jadi digosipin, padahal kami temen SD. Ngobrolnya pun juga sama temen sebangkuku dan sebangkunya kok. Tapi, akibat gosip-gosip itu, salah satu temen sekelasku dan anak kelas lain jadi ada yang sebel sama aku. Dan pada akhirnya, setelah aku udah gak deket lagi sama dia, gosip itu hilang.

Semester 2, gak jauh beda sama semester 1. Cuma memang, masalahnya lebih buat aku stress saking gak taunya salahku apa sama temenku itu. Sekarang, aku gak tau dia masih sebel sama aku apa enggak. Tapi, kalau aku pribadi, berharap masalah dia sebel sama aku itu udah selesai, jadi biar gak ada masalah lagi. Lagian kita udah mau naik kelas 9, gak enak kalau masih ada masalah di kelas 8. Kalau pun aku memang punya salah sama dia ya aku minta maaf, tapi maaf gak secara langsung, karena aku gak tau letak kesalahanku dimana.

Terlalu banyak kenangan di kelas 8E, sampai-sampai buat ninggalinnya kayaknya gak tega, udah betah sama anak-anak kelas ini. Kompak, care, ramah, pokoknya gak bisa diungkapin pakai kata-kata kelas ini.
Doaku buat anak-anak DEMON, tetep jadi yang terbaik, kompak selalu, pokoknya tetep kayak dulu; menghargai satu sama lain.

Akhir kata, sukses buat kita semua, anak-anak DEMON, my beloved class 8E, kalian yang nyempetin baca atau sempet lihat + baca separonya, dan lain-lain.

Good Luck for DEMON and next generation of 8E :D

My Photoworks ❦

Sabtu, 04 Juni 2011

Ini hasil foto yang aku ambil pake kamera handphone. Maaf kalo kurang bagus, masih amatiran saya:

























Aku suka yang ini:















sama yang ini:















Kalo kurang menarik maaf ya? Namanya juga amatiran, cuma pakai kamera handphone. Doain ya moga besok bisa beli kamera SLR/DSLR atau kalo engga ya IPhone atau Handphone Smartphone


Thanks
·        
·